Ditulis oleh: Ardika Saputra
Sabtu, 8 November 2025
Pendidikan selalu menjadi jembatan utama yang menentukan masa depan seorang anak. Namun, bagi ribuan anak dari keluarga prasejahtera di Indonesia, kesempatan untuk mengenyam pendidikan kerap terputus oleh tekanan ekonomi, kondisi keluarga, maupun keterbatasan akses. Sekolah Rakyat, program pendidikan yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial, hadir untuk menjawab tantangan tersebut—memberikan ruang belajar yang layak, dukungan moral, serta harapan baru bagi generasi bangsa yang sebelumnya terancam kehilangan masa depan.
Salah satu kisah yang menggambarkan betapa pentingnya kehadiran Sekolah Rakyat adalah kisah Arif Maulana (Lana), siswa Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 19 Bantul. Lana sempat putus sekolah selama 1,5 tahun setelah ibunya sakit dan kondisi keluarga tidak memungkinkan. Ia pernah mencoba kembali bersekolah di SMK namun harus berhenti saat menginjak semester lima. Melalui Sekolah Rakyat, Lana akhirnya mendapatkan kembali jalan untuk belajar.
Awalnya, Lana sempat kesulitan menyesuaikan diri dengan teman-temannya yang lebih muda. Namun waktu dan pendampingan menjadikannya kembali percaya diri. Lana menyukai pelajaran Bahasa Indonesia dan bercita-cita menjadi penulis. Ia menyampaikan bahwa para guru di Sekolah Rakyat membimbing dengan sabar dan tulus. Harapannya sederhana namun penuh tekad: dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Harapan Baru Bagi Banyak Anak Bangsa
Kisah serupa juga hadir dari SRMA 17 Surakarta. Paris Erin Najma mengaku lega karena ayahnya yang mengurus tiga anak kini tidak lagi terbebani biaya sekolahnya. Ia hanya perlu fokus belajar dan berusaha menjadi siswa yang baik. Begitu pula dengan Erzya Putri Setiani, yang orang tuanya bekerja sebagai pedagang dan ibu rumah tangga. Baginya, Sekolah Rakyat bukan hanya kesempatan, tetapi keberuntungan besar. Ia kini belajar penuh semangat karena fasilitas pendidikan terpenuhi, tanpa memikirkan biaya.
Di banyak daerah, Sekolah Rakyat menjadi oase pendidikan. Di Papua, misalnya, Sandra Malo dari Kampung Skouw Mabo mengaku merasakan perubahan dirinya menjadi pribadi lebih disiplin melalui pola hidup di sekolah dan asrama. Sementara itu, seorang ibu bernama Debora dari Jayapura bahkan tak menyembunyikan rasa harunya ketika menyerahkan anaknya untuk memulai hari pertama pendidikan di Sekolah Rakyat. Baginya, ini bukan sekadar sekolah—ini adalah harapan hidup baru bagi anaknya.
Bukan Sekadar Sekolah, Tetapi Pembentukan Generasi
Yang membedakan Sekolah Rakyat dengan sekolah umum adalah pendekatan yang holistik. Di sini, siswa tidak hanya belajar akademik seperti matematika dan bahasa. Mereka juga:
- Membangun kedisiplinan melalui kehidupan asrama
- Mempelajari tanggung jawab melalui tugas keseharian
- Mengembangkan empati dan solidaritas lewat kebersamaan
- Mendapat bimbingan karakter dari pendamping dan pengasuh
Sekolah Rakyat menjaga agar pendidikan tidak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi meresap dalam kebiasaan dan sikap. Inilah yang membangun karakter — fondasi bagi perubahan sosial yang berkelanjutan.
Program ini telah menjadi bukti nyata bahwa negara hadir bukan sekadar memberi bantuan, tetapi menyediakan jalan keluar yang berkelanjutan. Sekolah Rakyat membuka peluang bagi anak-anak Indonesia untuk bangkit dan mengejar masa depan yang selama ini terasa jauh.
Karena setiap anak memiliki hak yang sama untuk bermimpi—dan Sekolah Rakyat adalah jembatan untuk mewujudkannya.





